Resume Smart City di Luar Negeri

 Istilah Kota pintar alias smart city mendadak seksi. Konsep tata kota dan masyarakat serba canggih ini mulai dicanangkan di banyak kota di dunia seiring semakin pesatnya perkembangan teknologi informasi. Dengan prinsip membangun kemudahan pelayanan, peningkatan rasa aman, dan transparansi anggaran, smart city menjadi semacam indikator baru yang dapat menentukan sebuah kota layak dikatakan maju atau tidak dalam kacamata masyarakat modern.
 
Tidak mudah bagi sebuah kota bisa menyandang predikat sebagai smart city. Ada banyak ragam syarat dan prasyarat yang mesti dipenuhi. Sebuah lembaga konsultan global, Price Waterhouse Cooper (PWC) misalnya melalui laman resminya memaparkan ada lima kriteria keterwujudan predikat smart city pada sebuah kota, antara lain: memiliki sistem transportasi terintegrasi yang melayani multi-moda (dari pejalan kaki, mobil pribadi, sampai kendaraan umum seperti bus dan Mass Rapid Transit atau MRT), memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan rasa keamanan warganya, melakukan manajemen lingkungan yang efektif, termasuk menangani limbah dan pengelolaan energi, memiliki sentra inovasi dan pertumbuhan ekonomi yang melibatkan kolaborasi sektor pemerintah, swasta, dan akademia, serta mampu memberikan layanan e-government seperti layanan kartu penduduk dan surat ijin mengemudi secara online.
 
Lain lagi dengan kriteria yang dimunculkan oleh sebuah perusahaan komputer global asal Amerika Serikat, International Business Machines Corporation (IBM). Dalam kacamata mereka, sedikitnya ada enam target yang mesti dipenuhi dalam mewujudkan impian sebagai kota pintar, yakni masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep smart living.

Di Indonesia sendiri, kriteria smart city juga pernah diungkapkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURR) Basuki Hadimoeljono. Dia mengatakan paling tidak terdapat delapan acuan utama yang bisa memperkokoh gagasan smart city, yaitu smart development planning, smart green open space, smart transportation, smart waste management, smart water management, smart building, dan smart energy. 
           
Dengan serius mengusahakan tercapainya berbagai macam indikator, kriteria dan fokus sasaran yang ada, beberapa kota di belahan dunia pada akhirnya berhasil mengantarkan mereka sebagai contoh penerapan gagasan kota pintar.
 
Misalnya pada tahun 2015 lalu, The IESE Business School meluncurkan sebuah index yang disebut Cities in Motion Index (CIMI). CIMI merupakan index peringkat smart city di seluruh dunia berdasarkan kriteria teknologi, ekonomi, manajemen publik dan kemampuan untuk menarik bakat dari seluruh dunia. Dalam membuat index, IESE mengirim peneliti ke sebanyak 135 kota di 55 negara. Dengan menggunakan 50 indikator, terpilih sebanyak 20 kota pintar dengan 10 teratasnya adalah Tokyo, London, New York, Zurich, Paris, Geneva, Basel, Osaka, Seoul dan Oslo.
 
Sementara IBM memunculkan dua kota andalan smart city dengan dua fokus  percontohan berbeda. Yakni Copenhagen, Denmark sebagai kota yang berhasil memfokuskan diri dalam bidang lingkungan. Dan Seoul, Korea Selatan sebagai kota yang memiliki fokus pada pelayanan publik di bidang teknologi informasi.
 
Dihimpun dari berbagai sumber, berikut ini Tim Telusur Metrotvnews.com rangkum profil kota-kota yang kerap disinggung sebagai percontohan penerapan gagasan smart city di dunia.
 
Tokyo dan Yokohama (Jepang)
Dalam sekali peluncuran indeks kota pintar versi CIMI saja, Jepang mampu  memunculkan dua kota dalam jajaran 10 terbaik smart city dunia, yakni Tokyo dan Osaka. Bahkan dalam setiap hasil survei terkait predikat kota pintar, Negeri Sakura seakan tak pernah absen untuk menyertakan salah satu dari kota yang dimiliki.
           
Negeri Matahari Terbit ini setidaknya memiliki 12 proyek kota pintar yang sedang berjalan. Sebagai percontohan, Jepang memiliki satu andalan kota lain selain Tokyo dan Osaka, yakni Yokohama. Kota ini merupakan kota kecil yang masih menjaga keasrian sehingga kerap meraih juara dalam tata kota di bidang ekosistem dan lingkungan hidup.
 
Soal lingkungan hidup, kota-kota lain bisa belajar pada Yokohama Smart City. Kota dengan jumlah penduduk 3.7 juta jiwa ini memiliki proyek infrastruktur untuk memfasilitasi ‘renewable energies’ dengan skala besar yang mampu mentrasformasi kota menjadi kota yang rendah karbon sambil menjaga dan mengutamakan kenyamanan penduduk.
 
Dalam forum Asia Africa Smart City Summit di Bandung, Jawa Barat pada 2015 lalu, Akademisi Waseda University, Jepang, Toshio Obi memaparkan ihwal keberhasilan negaranya dalam mengembangkan konsep smart city. Menurut dia, Jepang memiliki lima standar yang dipakai untuk mewujudkan cita-cita smart city, yakni pemerintahan yang cerdas, ekonomi, mobilitas, lingkungan, sumberdaya manusia, dan kawasan perumahan.
 
"Tokyo bisa menjadi smart city karena kekuatan transportasinya," kata Obi kepada Metrotvnews.com.
 
Untuk Tokyo dengan jumlah 35 juta penduduknya, pemerintah Jepang membangun Subway dengan peta yang terhubung dengan seluruh tujuan bepergian warganya. Meski tampak rumit secara penggambaran jalur, namun minat masyarakat untuk memilih transportasi umum berupa kereta bawah tanah menjadikan arus lalu lintas lebih teratur dan tertib.
 
"Kelebihannya Subway sangat cocok dengan perekonomian masyarakat," ujar dia.
 
Selain Tokyo, Osaka dan Yokohama. Jepang juga memiliki Toyota Smart City. Kota cerdas yang dibangun oleh perusahaan otomotif raksasa itu pada akhirnya mampu memberikan sumbangsih untuk persoalan populasi, transportasi publik, industri, pendidikan, juga lingkungan hidup.
 
New York (Amerika Serikat)
 
Demi mewujudkan gagasan smart city, kota indah di Amerika Serikat (AS) ini menjalin kerjasama dengan IBM pada tahun 2009 dengan membuka  Busines Analytic Solution Center. Melalui pusat analisis ini, warga setempat bisa dengan leluasa mengambil langkah-langkah strategis dalam urusan bisnis.
 
Selain persoalan bisnis, New York juga memberikan jaminan terhadap keamanan dan kenyamanan penduduknya. Masih atas bantuan IBM, warga kota terhubung secara otomatis dengan tim pencegah kebakaran dan kelompok tanggap darurat. Bahkan, dalam urusan yang lebih spesifik, New York juga membantu identifikasi klaim asuransi yang dianggap mencurigakan dan disinyalir akan merugikan warganya.
 
Selain New York, konsep kota pintar di Negeri Paman Sam ini juga bisa ditilik di San Fransisco. San Fransisco Bay Area, California merupakan kota dengan proyek nirkabel terbesar di dunia. Jaringan internet dengan akses cepat bisa dinikmati penduduknya secara gratis. San Fransisco juga dikenal sebagai kota dengan jaringan WiFi terbanyak di dunia.
 
Tak aneh jika AS kerap digadang-gadang sebagai negara yang memiliki banyak kota pintar. Selain karena didukung oleh sumber daya manusia yang sebagian besar gandrung di bidang teknologi informasi, investasi, dan praktisi perusahaan, warga setempat juga turut mendukung penuh pembangunan infrastrukur penunjang komunikasi dan transportasi. Di New York, fasilitas telepon umum yang tak lagi terpakai kini dialih-fungsikan sebagai smart screen sebagai media interaksi.
 
Copenhagen (Denmark)
Sejak 2009 lalu, Copenhagen dijuluki sebagai kota hijau di Eropa versi Siemens AG. Lima tahun kemudian, yakni tahun 2014, kota ini juga mendapatkan predikat yang sama dari Europan Green Capital. Kota dengan jumlah penduduk kawasan urban sebesar 1.263.698 jiwa ini memiliki komitmen untuk melakukan penetralan emisi karbon hingga tahun 2025. Oleh karena itu, tak mengagetkan jika berdasarkan data Pemerintah Kota Copenhagen, sekitar 36% penduduk di sana senantiasa bersepeda saat menuju tempat kerja, universitas atau untuk sekadar berekreasi.
 
Selain dengan membudayakan penggunaan kendaraan ramah lingkungan, ambisi Copenhagen sebagai kota hijau juga didukung dengan adanya Green Technology, Intelligence Street Lighting, serta pemanfaatan solar panel untuk energi publik. Copenhagen juga telah menerapkan konsep teknologi informasi yang terintegrasi. Guna memadukan tradisi bersepeda dan gagasan pemanfaatan teknologi informasi, pemerintah kota setempat melakukan kerjasama dengan MIT untuk membuat The Copenhage Wheel. Melalui teknologi ini, sebuah sepeda hybrid diciptakan dengan dilengkapi sensor untuk mengukur polusi, kemacetan lalu lintas, dan kondisi jalanan.
 
Dalam situs Copenhagen Connecting, Pemerintah Kota juga mewanti-wanti warganya agar terus mendukung gagasan Copenhagen sebagai kota cerdas dalam bidang lingkungan. Agar menjadi perhatian serius warganya, dalam situs berbahasa Denmark tersebut setidaknya dipampang lima hambatan yang bisa menggagalkan predikat Copenhagen sebagai kota pintar, yakni berpikir pendek, egois, tidak memanajemen dengan baik, kompleksitas tinggi, dan tidak adanya kerjasama.
 
Seoul (Korea Selatan)
Seoul dibilang pantas menyandang smart city bukan lantaran di dalam ibu kota Korea Selatan ini terdapat dua perusahaan raksasa Samsung dan LG. Namun lebih pada ambisi pemerintah setempat untuk mewujudkan Seoul sebagai kota cerdas berbasis pelayanan publik melalui teknologi informasi. Di kota Seoul terdapat infrastruktur kabel optik terpanjang yang menghubungkan antarrumah untuk menopang akses internet tercepat dan termurah di dunia. Setidaknya, untuk koneksi 10 Mbps, warga hanya dikenakan sekitar 20 USD. Fasilitas ini pada akhirnya mendorong Korea Selatan sebagai negara dengan penetrasi internet terbesar di dunia.
 
Kecanggihan teknologi informasi di Korea Selatan semakin menggemaskan dalam lima tahun terakhir. Beragam ekosistem perintis (startup) mengalami pertumbuhan secara luar biasa pesat. Fenomena ini muncul berlatar pada dua hal, pertama mudahnya fasilitas dan akses  internet memupuk generasi muda untuk berlomba menggeluti enterpreneur di bidang teknologi informasi, dan kedua, karena Pemerintah Korea Selatan mencurahkan dukungan penuh terhadap segala hal yang memiliki kait-paut dengan dunia teknologi informasi.
 
Di bidang transportasi publik, Seoul memiliki prinsip menyajikan kemudahan dan kenyamanan secara total kepada para penggunanya. Di setiap stasiun Subway dipasang fasilitas Digital View. Seperti halnya alat komunikasi sekelas ponsel, perangkat ini memberikan keleluasaan bagi para pengguna untuk melakukan panggilan domestik secara gratis.
 
Melalui paket perangkat Digital View, warga Seoul juga mendapatkan segenap kemudahan dalam bidang pelayanan publik. Dengan bentuk layar lebar dan menggunakan operasi sentuhan jari, perangkat ini menyajikan akses pembayaran umum, pajak, daftar film bioskop, kupon gratis, informasi cuaca dan aneka fitur lainnya.
 
Tidak hanya di Seoul, gagasan smart city juga mulai dirasakan manfaatnya di sebuah distrik bernama Gangnam. Setidaknya 3.500 CCTV dipasang di setiap pelosok dan sudut gedung hingga lorong sempit demi mewujudkan rasa aman kepada setiap warga yang melintas. Pemerintah kota setempat juga menyiapkan software dan hardware pengontrol keamanan yang memungkinkan bagi warganya untuk mendapatkan bantuan secara cepat. Semuanya, dihubungkan dalam jaringan internet dengan kekuatan koneksi yang tinggi.
 
London (Inggris)
Kota London memfokuskan gagasan smart city pada tiga hal, yakni jaringan teknologi informasi, transportasi, dan lingkungan. Jika dibandingkan dengan negara-negara di kota-kota di benua Eropa, ibu kota Inggris Raya ini memiliki jaringan WiFi paling besar. Pola jaringan internet yang kuat dan menyeluruh ini difungsikan untuk menunjang pelayanan transportasi, pemerintahan, bisnis, akademik, dan data konsumen.
 
Di bidang transportasi, warga setempat tidak lagi menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran. Mereka cukup mememerlukan Oyster Card. Soal bandara, London memiliki Heathrow Airport yang langsung menghubungkan penumpang dengan seluruh jalur kereta api yang ada.
 
Inovasi berkesinambungan di bidang transportasi ini juga menjadikan London sebagai pendahulu dari sistem Urban Light Transit, yakni sebuah alat canggih dengan desain futuristik yang mampu mengantarkan penumpang dari bandara ke sejumlah pos penerbangan.
 
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan infrastruktur di London tidak lantas  menjadikan mereka abai terhadap pentingnya kelestarian lingkungan. Seperti dilansir dalam situs Metro.co.uk, tahun 2015 lalu kota yang khas dengan moda transportasi berupa double decker itu meluncurkan kebijakan penggunaan bahan bakar limbah lemak daging yang didaur ulang.
 
"Armada bus kami kini membuat kontribusi besar dalam meningkatkan kualitas udara dan menurunkan emisi CO2," kata Direktur Bus TFL, Mike Weston.
 
Kabar gembira terkait predikat smart city juga sebenaranya diterima oleh salah satu kota di Indonesia pada 2015 lalu.  Kota Bandung, Jawa Barat terpilih sebagai salah satu nominasi kota pintar dalam World Smart City Awards 2015 bersama Buenos Aires, Curitiba, Dubai, Moscow dan Peterborough.
 
Salah satu kunci keberhasilan gagasan smart city Bandung terletak pada pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan publik. Di Kota Kembang ini, terdapat sebuah ruang pusat kendali bernama Bandung Command Center (BCC). Dari pusat kendali yang didukung berbagai fasilitas GPS Tracking,  jaringan CCTV , dan berbagai aplikasi bantuan inilah warga Bandung dapat memperoleh pelayanan dan pertolongan secara canggih, cepat, efektif dan efesien. Lantas, bagaimana dengan kota-kota di Indonesia lainnya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-Macam Skala Peta

PERAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM BIDANG SOSIAL BUDAYA

Resume Materi Smart City di Indonesia